Sebabnya, kata dia di Lampung Selatan, Kamis, eksistensi masyarakat sipil (organized civil society) yang memiliki kesadaran civic, kemampuan intelektual, kecakapan analisis, kapasitas mempengaruhi publik dan keterampilan pengelolaan konflik serta pengorganisasian menjadi penting bagi upaya perekayasaan dan pematangan demokrasi di Indonesia.
“Demokrasi musti berfungsi maksimum bagi penghargaan dan pemenuhan yang tinggi terhadap hak-hak sosial, politik, ekonomi dan budaya warga. Karena yang demikian itu menjadi muara demokrasi. Akan tetapi di banyak tempat idealisasi demokrasi tak selalu persis seperti realitasnya,” papar Senior Coordinator (Building, Bridging and Strengthening Democracy) Yayasan Satunama itu pula.
Ia menambahkan, kendala-kendala struktural dan kultural, lemahnya budaya civic, konflik sosial berbasis etnis dan reclaiming terhadap sumber daya agraria, hasrat pembangunanisme melalui operasi kapital besar-besaran yang mengganggu “keamanan sosial, politik, ekonomi dan budaya” warga menjadi tantangan hebat bagi demokrasi yang berbasis pada pemenuhan hak (human rights based democracy). Kendala-kendala struktural dan kultural yang demikian juga, tuturnya melanjutkan, terdapat di Provinsi Lampung. Proyek-proyek pembangunan yang melanggar hak-hak warga, menepinya negara dari urusan-urusan publik, konflik sosial, baik horizontal dan vertikal seringkali terjadi di Provinsi ini,” katanya.
Konflik sosial tersebut, demikian Kamil mencontohkan, terjadi hampir merata di wilayah-wilayah Provinsi Lampung (Lampung Selatan, Lampung Timur, Lampung Tengah dan Mesuji antara tahun 2010 – 2012 secara beruntun terjadi konflik di wilayah-wilayah tersebut.
Demokrasi musti berfungsi maksimum bagi penghargaan dan pemenuhan yang tinggi terhadap hak-hak sosial, politik, ekonomi dan budaya warga. Karena yang demikian itu menjadi muara demokrasi. Akan tetapi di banyak tempat idealisasi demokrasi tak selalu persis seperti realitasnya